Banyak di antara kita yang menyaksikan anak-anak di bawah umur mengendarai sepeda motor. Mereka bahkan ada yang bertiga dan tidak memakai helm pelindung kepala. Kenapa hal itu terjadi?
Sebelum mencaritahu jawaban pertanyaan di atas, barangkali kita bisa menyimak fakta data yang ada di sekitar kita. Data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menyodorkan fakta mencengangkan. Setidaknya buat pemahaman saya.
Bagaimana tidak, pada 2012, anak-anak di bawah usia 16 tahun yang menjadi pelaku kecelakaan lalu lintas jalan melonjak drastis. Bila pada 2011 baru 40 kasus, tahun lalu menjadi 104 kasus. Artinya, melonjak 160%. Memprihatinkan.
Dari enam kelompok usia pelaku kecelakaan, rentang di bawah 16 tahun mencatat lonjakan tertinggi. Kelompok lainnya, hanya rentang 22-30 tahun yang naik 8,53%. Selebihnya mencatat penurunan berkisar 2-6%.
Kelompok usia 31-40 tahun mencatat penurunan paling tajam, yakni 5,74%. Berbanding terbalik dengan kelompok anak-anak di bawah umur. Apakah semakin matang usia semakin lebih hati-hati ketika berkendara?
Dari sisi kontribusi, anak-anak di bawah umur, menyumbang 1,72% terhadap total pelaku kecelakaan. Tahun 2012, tercatat 6.064 pengendara yang menjadi pelaku kecelakaan. Sedangkan, rentang 22-30 tahun, menjadi penyumbang terbesar, yakni 33,13%.
Di sisi lain, anak-anak sebagai korban kecelakaan anjlok 27,98%. Khususnya, untuk rentang usia 1-10 tahun. Mirip dengan diposisi sebagai pelaku, anak-anak yang menjadi korban kecelakaan hanya menyumbang 4,04%. Angka itu merupakan yang terendah dari enam kelompok usia korban.
Oh ya, pada 2012, jumlah korban kecelakaan lalu lintas jalan di wilayah Polda Metro Jaya tercatat sebanyak 10.003 orang. Jumlah tersebut turun tipis, yakni 2,06% dibandingkan tahun 2011.
Korban kecelakaan tersebut mencakup korban meninggal dunia, luka berat, dan luka ringan.
Alasan Izinkan Anak
Saya belum punya data hasil survey ilmiah yang meneliti kenapa orang tua mengizinkan anak-anak mengendarai sepeda motor atau mobil. Saya hanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman semata.
1. Dianggap mampu. Ada orang tua yang menganggap anaknya sudah mampu berkendara sehingga mengizinkan si anak menggemudi. Sudut pandang ini merujuk pada penglihatan bahwa si anak sudah bisa menyetir, baik motor maupun mobil.
2. Jarak dekat. Asumsi bahwa jarak dekat cukup aman bagi si anak saat berkendara. Walau, faktanya, kecelakaan bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.
3. Terpaksa. Melihat kondisi angkutan umum yang belum memadai, ada orang tua yang merelakan anak-anaknya berkendara.
4. Praktis. Kemangkusan dan kesangkilan sepeda motor menjadi salah satu alasan orang memilih si kuda besi. Terlebih, dalam soal mengoperasikan si roda dua yang dianggap lebih praktis. Pada gilirannya, anak-anak di bawah umur pun langsung nunggang si kuda besi.
5. Permisif. Tampaknya, orang tua mengizinkan anak-anak berkendara karena sang orang tua bersikap permisif. Tak mempertimbangkan aspek risiko, termasuk soal kecelakaan di jalan.
6. Tidak ditilang. Ada yang bilang, tidak apa-apa sang anak berkendara tokh tidak ditilang oleh petugas.
Barangkali ada alasan-alasan lain. Namun, perlu kita renungkan bahwa setiap pengendara memiliki persyaratan. Syarat utama adalah memiliki kompetensi yang disahkan oleh negara berupa surat izin mengemudi (SIM). Untuk mendapatkan surat mandat dari negara, seseorang penerima SIM C (sepeda motor) dan SIM A (mobil), minimal berusia 17 tahun. Hal itu diatur dalam Undang Undang (UU) No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Bahkan, untuk melindungi warga di jalan raya, bagi pengendara yang tidak memiliki SIM bisa diganjar hukuman. Ada sanksi denda maksimal Rp 1 juta atau penjara maksimal satu tahun.
Bahkan, untuk melindungi warga di jalan raya, bagi pengendara yang tidak memiliki SIM bisa diganjar hukuman. Ada sanksi denda maksimal Rp 1 juta atau penjara maksimal satu tahun.
Di sisi lain, anak-anak di bawah umur dianggap lebihh rentan terhadap provokasi di lingkungan sekitar. Ketika berkendara, kondisi demikian bisa membuyarkan konsentrasi. Sang anak dianggap masih labil.
Secara teknis, kemampuan mengatasi bobot kendaraan juga belum imbang. Khusus roda dua, rawan terjerembab mengingat keseimbangan yang tidak pas. Maklum, sepeda motor mudah tergelincir.
Menjadi tugas kita para orang tua mengedukasi anak-anak. Termasuk soal keselamatan berkendara di jalan. Tugas kita menyelamatkan generasi penerus. Indonesia sudah darurat, tiap hari 80-an jiwa tewas akibat kecelakaan lalu lintas jalan. (edo rusyanto) (rsa.or.id)
0komentar:
Posting Komentar